fbpx

Musik hampir selalu menjadi bagian dari hidup kita. Banyak dari kita bahkan sudah memulai pendidikan musik formal maupun non-formal diusia yang belia. Piano dan/atau gitar adalah alat musik pilihan yang sepertinya wajib dimainkan oleh sang anak—seakan menjadi obsesi rumah tangga untuk memiliki entertainer di rumah. Namun bagaimana dengan alat musik lain? Acapkali ditemukan suatu rumah tangga memilih alat musik lain seperti Drum atau Biola.

Sang anak mulai les seminggu 2x, latihan di rumah satu minggu 4 jam, dan terus menerus dilakukannya secara disiplin. Mungkin ia akan bermain di sebuah band, ensamble, atau bahkan orchestra. Romantis sekali. Tubuh mereka melekat ke alat tersebut dan terkondisi untuk bermain. Tahukah anda bahwa prevalensi cedera di musisi terjadi sebanyak 39% pertahunnya?

Suara biola begitu anggun dan mendayu-dayu. Lagu seperti The Four Seasons dari Vivaldi yang megah, Carmen dari Bizet yang penuh dengan misteri, dan tentunya intro Georgia On My Mind versi Ray Charles yang begitu hangat. Itulah yang diucapkan Nyonya K, seorang Ibu rumah tangga saat ia menjawab pertanyaan saya, Kenapa biola?

Latar Belakang

Pasien datang dengan sakit leher kronis yang sudah ada sejak bulan Januari lalu. Rasa itu timbul mendadak walaupun sudah sering terjadi sejak kecil.  Ia telah bermain biola selama lebih dari 20 tahun. Memang dia sudah tidak lagi bagian dari sebuah orkestra, namun semangat untuk berlatih tetap ada. Setiap harinya, sebelum pandemi Corona Virus ia berlatih 1 jam perhari. “Kalau sekarang 2 jam latihannya—biar ga gila”, katanya.

Manajemen yang ia lakukan adalah dengan self-healing seperti yoga, essential oils, dan pijat-pijat sendiri. Namun rasa sakit itu tidak kunjung hilang. Bahkan intensitas yoga menurun sejak sebulan lalu karena rasa sakit mulai mengganggu tidur dan dipagi hari. Energi dia menurun sehingga membuat keputusan untuk berhenti latihan biola sejak satu minggu terakhir. Harapan ia adalah untuk mengurangi rasa sakit ini sehingga ia bisa melanjutkan latihan biola.

Analisis

Pergerakan leher untuk ekstensi dan fleksi ke kanan sakit di bagian suboccipital dengan ruang lingkup setengah dari penuh. Kekakuan dari Trapezius dan Levator Scapulae kanan nampak jelas karena adanya pose shrugging di bahu. Saat bernafas Scaleneus dan STCM nampak hyperaktif. Setelah koreksi hyperlordosis leher, rasa kurang nyaman terasa di bagian midback (lower trapezius) kiri dan kanan.

Nyonya K juga menyebut adanya migrain di sisi kiri yang datang tak menentu. “Kira-kira datang sekitar 2 minggu lalu, dan kalau kena cahaya lampu tuh bikin tambah pusing”, tambahnya. Siang dan malam hari biasanya sakit kepala itu muncul. Biasanya untuk meredakan pusingnya, ia berbaring di matras yoga dan membuat dirinya nyaman selama kurang lebih 30 menit. “Cukup membantu sih—tapi ga tahan lama aja.”

Ini merupakan pertanyaan mana yang lebih dulu, telur atau ayam? Kita kadang terdistraksi dengan informasi yang kita dapat sehingga terjadi bias dalam proses analisis. Overanalysing hendaknya di rem dulu. Kita pin point bersama—sakit dan kaku di ekstensi, side flexion kanan, kaku otot anterior dan posterior leher, shrugging, dan migraine di kiri. Ditambah lagi sakit leher ini sudah kronis, latihan biola 2 jam, dan yoga. Ok itu pointersnya, ya.

Hypothesis

Saat saya mendengar bahwa ia sudah bermain biola 20 tahun, saya langsung berfikir bagaimana postur bermain biola itu. Cukup strenuous! Sebuah instrumen yang kurang ergonomis untuk tubuh. Leher kirinya terdapat penyempitan di kolom C2-C4 dikarenakan side-flexion yang repetitive. Dagu pasien seolah menjepit padding yang ada di biola, bahu kanan harus naik untuk menggesek. Badan harus tegap, bermain selama 1-2 jam, komplikasi lagu yang rumit, sayangnya ini semua bercampur aduk.

Sakit kepala merupakan konsekuensi dari poor posture ini. Keseluruhan dari keluhan sakit Leher dia adalah cedera muskuloskeletal musisi yang sering tidak teridentifikasi. Ibu ini adalah satu dari 39% musisi yang memiliki cedera ini. Bagaimana dengan yang lain? Apakah anda pernah menemukannya?

Treatment Plan

Diposisi terlentang dan dengan handuk tipis ia berbaring. Saya langung mencoba untuk meraba ototnya dari suboccipital hingga mid-back area. Kaku, betul. Kemudian rekonfirmasi C2-C4 dan segera melakukan grade 2 PA mobilisation disertai lateral glide ke kiri dengan grade yang sama.

Tak lupa untuk menanyakan kenyamanan pasien dengan treatment ini. Ingat, kita tidak mau melebihi rasa sakit nyaman dia.

Setelah itu saya lakukan Myofascial release di segment Suboccipital, Trapezius group, Levator Scapulae, STCM dan Scalene. Ia merasa nyaman dan terasa tension di kepalanya berkurang jauh. Tahap berikutanya adalah memperbaiki fleksibilitas Thoracic Spine melalui progressive rotation dan extension stretches. Perlu diingat saat extension leher ia merasakan sakit. Jadi, fokus pada Thoracic Extension dan Rotation saja.

Penutup

Pasien akan menjalankan terapi untuk 2 kali seminggu selama 4 minggu. Dalam program ini ia akan melewati tahapan untuk mengurangi rasa sakit, memperbaiki fleksibilitas, dan return to violin. Adaptasi kecil seperti memberikan extra padding di dagu saat berlatih, memperbaiki posisi tidurnya dengan menggunakan guling (agar posisi tulang belakangnya lurus), dan tentunya home exercises merupakan komponen yang wajib dijelaskan. Ia tidak boleh berlatih biola selama 2 minggu, tidak yoga selama 2 minggu, Hanya berlatih penguatan kaki dan paha saja, tak lupa, melakukan PR nya dengan fasilitas PhysiApp!

CategoryTak Berkategori

Related Articles

© 2019 - PT Nasma Physio Active. All rights reserved.

This site is registered on wpml.org as a development site. Switch to a production site key to remove this banner.